Akhirnya setelah menghilang kemudian muncul. Lalu menghilang kembali. In sya Allah saya akan muncul dengan tulisan perdana pada tahun 2022. Semoga balik rutin lagi menulis seperti dulu. Sampai ada target-target segala, wkwkwk. Tapi sepertinya saya masih belum sanggup kalau balik ke aneka platform online seperti dahulu kala. Berat tsaay 🤧
Silakan berselancar di blog saya. Ambil baiknya, buang jeleknya.
"Bagi dunia mungkin kamu hanyalah seseorang. Namun bagi anakmu, kamu adalah dunianya". Ungkapan ini sepertinya nyambung dengan masa-masa menyapih si kecil. Masa dimana kita harus menarik sedikit dunianya untuk menghadapi hal-hal lain yang baik bagi mereka.
Tulisan kali ini saya akan membahas satu momen yang baru saja kami sekeluarga lewati. Yaitu menyapih si adek. Seperti si mas yang dulu disapih dengan cinta (Weaning With Love/WWF) bisa baca di sini. Si adek pun kami usahakan demikian.
Oh iya, tulisan ini saya bagi menjadi dua bagian ya. Biar tidak membosankan, hahaha.
Kembali ke cerita kami. Yuuuuk 💃
Aslinyaaa, saya tuh sudah kepikiran gitu untuk memberi pahit-pahit pada PD atau memperkenalkan dot kepada si adek. Alhamdulillah suami yang berkali-kali meyakinkan kalau si adek bisa seperti masnya. Disapih tanpa pengganti apapun.
Oh iya, kenapa sih saya waktu itu kepikiran untuk memberi pahit-pahit dan memperkenalkan dot pada si kecil?
Jadi gini, ada perbedaan mencolok antara si mas dengan si adek. Perbedaan ini saya anggap menjadi penghambat untuk menerapkan WWF kepada si adek. Antara lain:
1. Susah tidur
Qadarulloh si adek tipe anak yang susah tidur. Sejak lahir hingga detik ini, si adek selalu tidur paling awal pukul 23.00. Itu pun jarang sekali. Lebih sering tidur saat alarm berbunyi pukul 00.00 atau malah sudah lewat tengah malam. Waktu awal lahir hingga 7 bulan malah tidak jarang dia baru tidur pukul 04.30. Tepar Komandan! 😩
Bukan tanpa ikhtiar. Sudah berbagai hal kami lakukan tetapi pola ini tidak berubah. Let's say: memberikan aktifitas fisik, membuat perut kenyang, membangunkan di pagi hari, menidurkan siang lebih awal, meminimalkan asupan gula, mematikan lampu, menutup pintu, membuat suasana sunyi, dan masih banyak lagi.
Lain halnya dengan si mas. Bagi si mas, latihan yang kami usahakan bisa membuatnya mempunyai jam tidur super disiplin.
Berawal dari ini, saya menyimpulkan bahwa pola tidur adek adalah hambatan pertama ketika menyapih.
Kalau dia masih nyusu aja tidur jam segitu, bagaimana ketika disapih. Apakah fisik saya kuat?? Apalah saya bisa menghadapi rewelan dan keajaiban anak-anak dengan jam istirahat yang kurang sekali. Pertanyaan ini terngiang terus di kepala saya.
2. Mudah tantrum
Yang mencolok sekali perbedaan antara si mas dan si adek adalah tantrum atau saya menyebutnya ngamukan, hahahaha. Padahal ketika punya si mas, saya seperti tidak begitu "ngeh" dengan istilah tantrum. Sebab, si mas ini memang hampir tidak pernah tantrum. Jarang sekali rewel kalau kehendaknya tidak dituruti. Sampai-sampai suatu saat ketika kami pulang kampung ibu saya bertanya, "Azka itu emang gak nangis ya kalau dilarang beli mainan?" Beliau bertanya sambil memperhatikan cucunya yang sedang asik melihat mainan berjajar di rak-rak toko.
Saya jawab, "Nggak sih. Dia tau kalau udah gak boleh ya gak boleh. G berubah." Benar saja, ketika kami ajak dia pulang. Ya pulang gitu aja. Tanpa drama.
Nah si adek, kalau perkara mainan sih sama aja sama si mas. Tapi parahnya apapun yang tidak sesuai dengan kehendaknya, dia akan meminta nenen sebagai "obat". Kalah ketika rebutan mainan, minta nenen. Ngambek karena dilarang sesuatu, minta nenen. Takut karena suara petir, minta nenen. Dikerjain masnya, minta nenen. Menurutnya semua hal bisa diselesaikan dengan nenen. Bagaimana bisa disapih coba? 😌
3. Porsi makan yang sedikit
Beda dengan si mas yang makannya banyak, si adek memang tergolong gampang makan. Tapi porsi nya tidak banyak. Dia selalu memilih nenen untuk ngemil. Makin susah lagi kan?
4. Alergi inulin
Beda dengan si mas yang ketika pertama kali kenal sufor usia 1,5 tahun dan langsung muntah karena tidak suka rasanya. Kalau si adek nih waktu saya cobakan sufor di usia yg sama, dia sering diare. Saya ganti soya pun sama. Kemungkinan karena perutnya sensitif dengan inulin yang umumnya ada di sufor. Jadi sama seperti masnya. Tidak mungkin mengganti ASI dengan sufor. Bagi Ibu dengan anak yang demikian, pasti kerasa ya makin besar bukannya santai malah sering bangun tengah malam karena si kecil masih sangat aktif menyusu 😅
Nah dari berbagai kesulitan yang saya analisa di awal kemudian muncul lah kepikiran memberi pahit-pahit dan dot pada si adek.
Pahit itu biar dia istilahnya kapok karena kok pahit ya. Sementara kepikiran mengganti dot tuh diisi dengan air putih. Buat pegangan biar dia anteng dan tenang kemudian ketiduran. Tapi karena suami menguatkan bahwa bisa seperti masnya yang WWF maka saya pun mencoba berikhtiar. Kenapa saya menggunakan kata "saya" bukan "kami"? Karena pada proses ini memang 90% saya yang pegang. Kapan disapih pun juga saya yang memutuskan. Tapi kalau mau dibuat lebih fair, proses penyapihan ini 90% usaha saya, 10% kekompakan tim bersama. Keluarga, dan 1001% bantuan Allah ta'ala.
Baiklah. Bagaimana kisah si adek dalam proses penyapihan? Apa aja yang perlu Bunda siapkan ketika proses menyapih? Lanjut ke bagian 2 yaa. Biar cepet klik di sini 🥰
No comments:
Post a Comment