- Surat cinta untuk suami
Sebenarnya saya tahu sih bagaimana ekspresi suami ketika diberi surat cinta. Maklum semenjak empat tahun menikah, sudah ratusan surat cinta saya berikan. Entah berapa puluh kejutan juga saya berikan.
Saya bagaikan Lupus, Rangga, dan Dilan jadi satu. Sementara suami bukan Poppy, Cinta, maupun Milea karena surat manis saya hanya berbalas muka datar. Mungkin karena sudah ratusan jadi rasanya hambar *hiks.
Tapi, tak apa. Sedatar apapun mukanya, saya selalu suka memberinya surat cinta. Setidaknya itu keahlian yang saya punya untuk meghibur di tengah kerja kerasnya. Bukannya ia sudah mengorbankan banyak waktunya, mencurahkan seluruh tenaganya, dan mengubur banyak mimpinya? hehehe
- Potensi kekuatan diri anak
Anak kami, Azka, berusia 3 tahun 3 bulan. Sejauh ini potensi yang saya lihat adalah kekuatannya dalam mengamati, mengingat, dan berbahasa. Memang dalam beberapa tahun ke depan, pasti minatnya akan berubah-ubah. Setidaknya yang saya amati konsisten hingga saat ini adalah ketiga hal tersebut.
Ketika NHW #1 yang lalu saya lupa menuliskan motivasi saya menulis satu lagi adalah untuk membimbing Azka. Saya tertarik mengikuti banyak kelas menulis agar mengerti teori menulis yang benar. Jika saja ia nanti juga menyukai kegiatan menulis, maka ia memiliki pembimbing pribadi dan bisa mengarahkannya untuk mengerjakan hal bermanfaat. In sya Allah.
Di samping itu, kami juga mengamati bahwa ia senang sekali mesin. Ia akan mengajak pulang cepat-cepat dari tempat hiburan (seperti mall atau tempat bermain anak), bahkan belum ada 30 menit. Namun, ia sanggup berlama-lama dalam hitungan jam berada di bengkel. Tanpa protes, tanpa rewel. Lalu, kami berencana untuk lebih membimbingnya dalam bidang otomotif. Tugas pertama adalah membekali keahlian mesin dulu untuk papi nya (saya menyerah lah untuk urusan per-mesin-an dan per-listrik-an, hehehe). Baru selanjutnya mengenalkan secara perlahan ke Azka.
Kata orang tua, Azka mirip saya ketika kecil: kemauannya keras. Semoga bisa menjaganya dalam arti yang positif, sehingga bermanfaat bagi kehidupannya kelak. Aamiin.
NB: orang tua saya bertutur bahwa ketika belajar berjalan, saya menolak digendong atau dibantu menaiki seratus lebih tangga. Naik dan turun saya tidak mau dibantu. Sampai-sampai orang-orang mengira bahwa saya diasuh orang tua tiri karena membiarkan anaknya merangkak ratusan tangga *betapa dulu saya anak yang banyak merepotan ya :(
- Maksud Allah dalam menempatkan saya dalam keluarga kecil ini
Sebenarnya ini adalah sesuatu yang saya pertanyakan bertahun-tahun dalam kurun waktu empat tahun pernikahan ini. Sedikit demi sedikit saya menemukan maksudnya. Ini hanya sebuah kemungkinana dari pengamatan saya sebagai manusia yang tentu banyak salahnya ya :)
Saya adalah orang yang keras. Ini bukan kata saya saja, tapi orang tua dan suami pun berkata seperti itu. Saya orang yang berkemauan keras sampai menurut saya sedikit perfeksionis. Sangat berkebalikan dengan suami. Beliau menyebut dirinya nothing to lose man.
Seperti sebuah sinergi. Ketika saya terlalu keras dalam berusaha dan membutuhkan sedikit ruang untuk menempatkan kegagalan. Disitulah suami saya yang memberi ruang tersebut dan membebaskan saya untuk masuk kapan saja.
Pada keadaan lain, ketika suami saya mulai lemah dalam berjalan, maka saya seperti sudah "disetel" untuk menambal itu dengan sifat keras saya.
Dan Azka adalah sebagai penumpang dalam bahtera sinergi kami berdua. Semoga Allah membimbing kami untuk istiqomah dalam membawa Azka dan adik-adiknya kelak menuju kebaikan dunia akhirat. Aamiin.
- Maksud Allah menempatkan kami di kota kecil ini
Sebenarnya ada cerita mengapa kami bisa ditempatkan di sini. Intinya, semua adalah sebuah perjalanan indah yang diciptakan Allah untuk kami bertiga. In sya Allah.
Pada awalnya, ada masa dimana saya seperti hilang gairah untuk menapaki hidup. Berada di kota kecil tanpa saudara dan kawan. Tak kenal siapa-siapa, tak bisa kemana-mana. Namun, lagi-lagi Allah membantu saya. Perintah dari suami untuk menjalankan homeschooling bagi Azka, malah membuat saya bertemu dengan IIP. Subhanallah..
Tepat satu tahun kami tinggal, mulai dibentuklah temu muka anggota IIP Sangatta yang akhirnya menghilangkan nama IIP karena makin banyak yang bergabung. Sedikit demi sedikit saya menemukan peluang untuk turut andil dalam komunitas tersebut. Salah satunya adalah sebagai fasilitator. Betapa bahagianya saya bisa berkontribusi, walaupun masih sangat sedikit.
Allah memberi saya peluang untuk ikut memulai gerakan bermanfaat di kota kecil ini. Peluang yang belum saya dapatkan ketika berada di Jogja. Justru disini lah, di kota kecil nan jauh dari siapa-siapa Allah seperti memerintahkan saya untuk mulai bermanfaat.
Saya berdoa kepada Allah semoga dengan mulainya saya bergerak dalam hal positif, bisa mendorong suami untuk melakukan hal yang sama. Saya maklum memang beliau bekerja hampir 14 jam per hari. Rasanya hari seperti tak ada lain selain kantor dan bekerja. Namun, dalam hati saya selalu mensugesti bahwa itu semua tak apa. Setiap manusia memiliki zona waktunya sendiri. Sekarang saya bergerak maju perlahan pun tak apa. Semoga Allah beri kesempatan tak hanya saya, namun suami juga melakukan sebuah gerakan. Sehingga bisa menular ke Azka dan anak-anak kami kelak. In sya Allah.
*Tulisan ini dibuat untuk memenuhi Nice Home Work #3 dalam matrikulasi IIP batch #5*
ReplyDeleteMasya Allah, bergetar saya membacanya. Semoga Allah selalu mencurahkan sakinah, mawaddah dan warahmah untuk keluarga kita. Allohuma Aamiin.