Sunday, October 8, 2017

Satu Atap Dua Dimensi: Kejadian Aneh Tak Kenal Waktu (Bagian III)

Halo Teman-teman,

Tulisan ini adalah bagian ketiga dari rangkaian cerita pengalaman kami menempati sebuah rumah angker. Jika belum mebaca bagian satu dan dua, pada akhir cerita saya berikan linknya.

Kita mulai ya,

Mungkin ada yang berpikir bahwa rumah ini besar dan tampak kuno. Tetapi itu tidak benar. Sebenarnya adalah, rumahnya tampak modern dan tidak ada kesan seram sama sekali. Namun gangguan terjadi tidak mengenal waktu. Saya adalah orang yang cukup sering mendapat pengalaman aneh ketika tinggal di rumah tersebut.

Kaca pecah
Di ruang keluarga kami yang cukup luas, terdapat TV yang diletakkan di atas lemari penyimpanan mesin Laser Disc (LD). Generasi 90-an pasti tahu apa yang dimaksud dengan LD, sebuah kepingan mirip MP3 namun dengan ukuran cukup besar. Mungkin sebesar pizza ukuran large yang dijual di Pizza Hut. Lemari ini memiliki pintu kaca, berjumlah dua buah. Kiri dan kanan. Tinggi lemari ini sekitar 50 cm.

Saat ini terjadi, sudah tidak ada sofa di ruang keluarga. Sofa tersebut sudah dipindahkan ke ruang tamu karena kursi tamu sudah lapuk dan dipensiunkan. Di ruang keluarga tinggal lah karpet berukuran besar yang kami gunakan untu bersantai. Karpet berwarna hijau muda dengan corak abstrak.

Saya dan kakak sedang menonton TV siang hari, kebetulan saat itu remote-nya sedang rusak. Sehingga, kami duduk di batas depan karpet agar mudah mengganti saluran. Biasa lah kami ini senang sekali berkomentar tentang tayangan yang ada TV. Namun komentar kami terhenti karena mendadak, "Pyaaaaaar". Pintu lemari LCD bagian kanan pecah. Bukan pecah keseluruhan, tetapi seolah ada yang melempar batu ke kaca tersebut karena bentuk pecahannya bolong. Anehnya, bolongnya di bagian tengah. ya hanya seperti dilempar batu dan bagian yang tidak terkena batu aman-aman saja.

Kami pun saling berpandangan sambil senyam-senyum penuh makna.  

Bertahun-tahun kemudian, kami sudah pndah rumah. Kebetulan kakak yang sudah berdomisili di Surabaya sedang pulang ke Jogja dan mengajak menontom The Conjuring yang dibawanya. Ada adegan yang sama dengan  yang kami alami. Kami pun tertawa, "Hahahaha, udah pernah!"

Mainan TV
Saat itu sore hari sekitar tahun 2001, saya sendiri di rumah. Rasanya sepi sekali berada sendirian di rumah cukup besar. Saya pun menyalakan TV, namun saya tinggalkan. Orang Jawa bilangnya "Nggo rungon-rungon" (Untuk ada suara saja). Saya memilih membaca novel di kamar orang tua, namun pintu saya biarkan terbuka.

Di tengah asyik membaca, saya mendengar tayangan TV yang semula  infotainment di RCTI berubah menjadi suara berita. Saya pun mengintip dari pintu. Ternyata saluran sudah berubah menjadi TVRI. Sambil masih terus mengintip, ternyata saluran berubah lagi. Saya pun jalan dengan kaki gemetar, kembali ke tempat tidur. Bingung mau apa. Syukurlah tidak lama berselang, Mas Koko datang. Saya pun segera mematkan TV dan masuk kamar.

Tempat ular bersarang
Di rumah ini, sangat sering terlihat ular. Saya tidak tahu pasti apakah memang ular betulan atau jadi-jadian. Seingat saya warnanya selalu hitam legam. Ukurannya bervariasi. Ada yang kecil, namun panjang. Ada yang besar dan panjang. Namun, juga ada yang kecil dan tidak panjang.

Ular ini ditemukan hampir di setiap sudut. Pernah sautu hari terlihat di ruang setrikaan. Setelah kami kejar, ternyata dia kabur dan masuk ke kamar belakang (kamar saya). Terlihat jelas bahwa dia masuk ke bawah rak buku. Namun setelah dibuka, sudah tidak terlihat. Semua perabotan dibuka pun juga tidak ada. 

Lain kejadian lagi saat itu saya dan adik sedang tiduran di karpet ruang keluarga. Lalu, adik mengajak ke rumah eyang di paviliun. Ketika saya berdiri, saya baru sadar bahwa di samping kepala ada ular besar dan hitam sedang melingkar. Padahal saya tahu betul tadi tidak ada apa-apa. Akhirnya ular ini berhasil diusir oleh Mas Koko.

Nah, yang paling aneh adalah kejadian ini. Yang mengalaminya adalah ibu. Saat itu kami melihat ada ular di halaman depan. Di samping sumur. Bersembunyi di balik tanaman. Sebagai ibu tangguh, beliau memberanikan diri mengusir ular tersebut dan anak-anaknya disuruh menjauh. Kami hanya melihat melalui jendela. Saya tidak melihat ular ini beliau pegang, namun beliau kembali masuk rumah dan berkata, "Ularnya ilang sendiri, nggak tau masuk kemana. Tapi sempet nengok, mama ngeliat mukanya kok mendadak senyum ya? Ular beneran bukan ya?".

Orang ini siapa?
Suatu hari, lupa siang atau sore. Saya sedang berada di paviliun menonton TV. FYI, antara rumah induk dengan paviliun, berbatasan dengan garasi. Ada dua pintu penghubung. Satu berada di bagian selatan untuk menghubungkan rumah induk dengan garasi. Satu lagi di bagian utara untuk menghubungkan garasi dengan paviliun.

Saya mendengar kakak memanggil dari garasi "Jeng, jeng", begitulah panggilan saya di rumah. Merasa terinterupsi ketika menonton TV, maka saya pun mebalasnya juga dengan berteriak, "Apa sih? Masuk aja!".

Saya tunggu kok tidak muncul juga. Pikir saya biasa lah. Dia malas masuk, jadi main teriak saja. Setelah selesai menonton TV, saya pun kembali ke rumah. Saya memanggil kakak untuk menanyakan tentang tadi, "Maaaas, masssss". Namun yang menjawab ibu saya, "Mas pergi kok dari tadi".

Lain lagi kejadian tahun 2008 menjelang senja. Waktu itu sedang terjadi pemadaman listrik. Saya yang harus segera menyelesaikan laporan praktikum Bilologi Sel pun nekat menulis gelap-gelap. Tidak punya emergency lamp dan malas mencari lilin. Maka hanya mengandalkan sisa-sisa cahaya matahari yang masuk melalui pintu belakang dan jendela. Saya mengerjakan laporan ini di ruang keluarga. Jadi di sudut ruangan ini, diletakkan meja komputer yang cukup besar. Disitulah saya menulis. Tidak ada orag lain di rumah.

Dari arah garasi datang lah kakak. Dia kembali dari paviliun, maka masuk melalui garasi dan melewati saya yang sedang serius menulis. Kemudian dia duduk di karpet ruang keluarga sambil membuka-buka majalah. Kami saling membelakangi. Dia menghadap barat, sementara saya menghadap timur. Seingat saya, hari itu adalah hari dia latihan karate dan kak saya ini hampir tidak pernah membolos, maka saya pun bertanya, "Mas nggak berangkat karate po?" sembari sedikit menengok ke arahnya. Dia tidak menjawab dan hanya serius membaca majalah menghadap bawah. Saya pun diam saja, karena kakak saya memang begitu. Kalau sedang tidak niat berbicara, maka siapapun yang bertanya tidak akan dijawab.

Tidak lama berselang, saya teringat bahwa beberapa jam lalu kakak pamit ke saya untuk latihan karate. Biasanya dia pulang sekitar pukul 18.30. Saya pun kaget dan membalikkan badan. Ternyata di belakang saya tidak ada siapapun. Tidak ada majalah juga yang tadi dibawanya.

Foto buram
Kejadian ini ketika kami sudah akan pindah rumah. Waktu itu, saya masih hobi selfie menggunakan kamera HP Sony Ericsson k700i. Kalau tidak salah ingat, seri ini dibekali kamera belakang 1,3 MP. Sudah sangat bagus dijamannya. Jadi seluruh album foto, penuh foto saya, hahaha.

Kejadian ini terjadi siang hari. Waktu itu, saya hobi sekali merubah penampilan rambut. Setelah mendapat tampilan baru, saya pun selfie. Berhubung hanya ada kamera belakang maka harus mengambil foto beberapa kali agar angle-nya pas. Saya lupa berapa kali saya ambil gambar, sampai akhrnya terhenti karena fotonya buram. Anehnya, buramnya hanya di muka saya saja, hahaha.


Waktunya masak, saya sudahi dulu ya.

Berikut link bagian sebelumnya:
Bagian I
Bagian II



Salam Horor Hangat, 


Astri


No comments:

Post a Comment