Saturday, November 25, 2017

Satu Atap Dua Dimensi: Mereka Tak Merelakan Kami Pergi (Bagian V)

Halo Teman-teman,

Setelah bagian IV yang lalu, saya mendapat kabar bahwa hingga saat ini gangguan masih datang di rumah walaupun siang hari. Katanya barang sering berpindah tempat. Tapi masalah barang berpindah tempat tidak saya tuliskan ya, kejadian semacam itu terlalu mainstream, hehe. Saya berharap semoga level keangkeran rumah ini menurun dibandingkan waktu kami tempati dulu. Aamiin.

Bagian ini sepertinya juga akan singkat karena khusus menceritakan tentang misteri setiap pukul 13.00.

Lanjut ya,

Makin lama kondisi finansial keluarga makin tersungkur. Segala ikhtiar dilakukan agar segera terjual. Bahkan hingga menurunkan drastis harga rumah. Jauh dibawah harga pasaran. Ditengah kegencaran kami dalam berusaha, teror terus berdatangan.

Tidak hanya berupa bau bangkai dan suara-suara. Melainkan sudah dalam bentuk penampakan di siang bolong. Kami pernah kedatangan tiga tamu misterius. Anehnya, mereka selalu datang sekitar pukul 13.00. Herannya, hanya saya di rumah itu yang benar-benar menemui mereka. Anggota rumah lain ada yang tidak menemuinya sama sekali, ada juga yang hanya menemui salah satu dari mereka.

Tamu pertama
Ibu memiliki kegiatan sampingan merias pengantin. Sudah tidak terlalu gencar mempromosikan, sehingga hanya mengandalkan kenalan. Papan penunjuk tempat yang diletakkan di pinggir jalan raya pun sudah dicopot.

Suatu siang, ada yang mengetuk pintu samping. Pintu ini adalah akses langsung untuk memasuki ruangan salon. Ibu sedang berada di dapur, maka saya yang sedang menonton TV otomatis membukakan.
Seorang perempuan, mengendarai motor bebek berwarna hitam. Rambutnya sebahu, diikat menyerupai ekor kuda. Mengenakan celana panjang dengan jaket berwrna cream. Kalau tidak salah memakai kaca mata. Usianya sekitar pertengahan dua puluh.

"Mbak, ini benar tempat Bu XXX yang bisa rias manten?", katanya.
"Iya mbak betul, mau rias?", kata saya.
"Iya mbak", jawabnya.
"Oh saya bukakan pintu depan ya mbak, biar enak ngobrolnya", balas saya.

Saya pun memberitahu ibu dan langsung membukakan pintu depan. Saya mempersilakannya masuk. Tidak lama berselang, ibu sudah menemuinya.

Saya berada di ruang keluarga. Letak ruang tamu dan ruang keluarga hanya berbatas tembok dihubungkan dengan lubang tanpa daun pintu. Suara percakapan pun sangat jelas terdengar di telinga saya.

Perempuan itu sebut saja namanya Mbak Bunga, mengutarakan niatnya untuk memakai jasa rias ibu pada acara pernikahannya. Ibu menanyakan dari mana tahu tentang jasanya. Namun, Mbak Bunga hanya menjawabnya dengan tertawa basa-basi.

Keanehan yang belum kami sadari saat itu adalah dia datang sendiri. Jarang sekali calon pengantin datang tanpa ditemani keluarga ataupun calon pasangannya. Selain itu, Mbak Bunga hanya datang menyatakan sudah yakin ingin rias dengan ibu. Kata-kata itu diucapkapnnya berkali-kali, "Saya beneran sama Ibu aja lho ya".

Seingat saya, Mbak Bunga menetapkan pernikahannya di hari Jumat bulan September 2008. Aneh kan? Ibu pun menanyakan agamanya dan dia menjawab Islam. Ibu pun heran dan berkata, "Jadi akad nya setelah jumatan gitu mbak? Langsung resepsi atau gimana?. Saya lupa jawabannya, kalau tidak salah resepsinya malam.

Saya sih sudah merasa aneh kalau ada yang melaksanakan akad dan resepsi bersamaan di hari Jumat. Kalau akad saja sih wajar. Banyak yang melakukan itu. Namun, ya namanya keluarga pasti punya maksudnya masing-masing.

Pada saat percakapan, mbak Bunga selalu minta segera disudahi. Terlihat terburu-buru, "Sudah gitu dulu ya Bu, nanti dibicarakan lagi". Saat proses pamit, eyang datang dari paviliun dan bertanya. "Sopo tamune?" (Siapa tamunya?). Saya pun menceritakan.

Mbak Bunga pun pulang, ibu menutup kembali pintu depan, lalu memasuki rumah. Eyang kembali bertanya, "Sopo kuwi? Kapan le arep mantenan?" (Siapa itu? Kapan mau nikah?). Ibu mengatakan bahwa mbak Bunga mau menikah bulan September. Reflek, eyang menjawab, "Loh, kuwi kan pas poso? Kok aneh?" (Loh bulan itu kan saat puasa? Kok aneh?).

Sontak saya dan ibu pun kaget. Saya menuju kalender dan memang betul, saat itu puasa. Ibu saya yang punya feeling peka berkata, "Jangan-jangan bukan manusia!". Kemudian saya berinisiatif menelpon nomor HP yang dia berikan dan terjawab, "Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi. Cobalah beberapa saat lagi". Berkali-kali saya telepon dalam waktu yang berbeda, jawabannya sama.

Maklum namanya ibu-ibu pasti suka cerita ye kan? Ibu pun menceritakannya ke seorang teman yang juga perias. Sifat kepo ala ibu-ibu muncul. Temannya mengajak untuk menelusur ke alamat yang mbak Bunga berikan.

Mbak Bunga mengaku tinggal di kawasan Minomartani. Bagi yang tahu perumahan itu, pasti akrab gang yang diberi nama dengan nama-nama ikan. Ibu pun berdua dengan temannya mencari ke setiap sudut Minomartani. Tapi tidak ditemukannya. Lalu, berhentilah mereka di pos ojek yang terletak di seberang Indomaret.

"Pak, permisi mau tanya. Kalau jalan Bawal itu sebelah mana ya?", tanya ibu.
"Bawal? Di Mino? Nggak ada Bu", kata bapak yang sedang mangkal.
"Ah masa sih? Saya dikasih alamat orang di Mino jalan Bawal tuh?", Ibu bingung
"Ya udah bu kalo nggak percaya, saya juga baru 20 tahun disini", kata dia.

Sontak ibu dan temannya kaget. Ini siapa?? Sesampainya di rumah, saya yang mendapat cerita tersebut kembali menelpon nomor HP nya, namun tidak bisa. Sampai kepindahan kami, mbak Bunga tidak pernah muncul ataupun mengabari perihal pernikahannya.

Pria mencari bapak
Khusus tamu kedua ini, saya hanya melihat tetapi tidak berinteraksi langsung. Saat itu juga pukul 13.00, saya hendak keluar rumah. Sudah berada di depan rumah, saya melihat ada tiga pria mendatangi rumah kami. Satu berbadan besar, tinggi, berkulit agak gelap, parasnya agak Arab. Dua pria lainnya kurus, kulitnya coklat, namun wajahnya saya tidak ingat. Mengendarai dua motor.

Mereka berhenti di depan pagar paviliun. Ketika itu ada Mbak yang dipekerjakan orang tua kami untuk membersihkan rumah beberapa kali seminggu. Anggap saja namanya Mbak Nur.

Salah satu pria menanyakan kepada Mbak Nur, "Mbak, pak XXX ada?". "Pergi ke Solo Mas", jawab mbak Nur. Namun, pria lain menimpali, "Pak XXX nggak ke Solo kok. Lagi pergi ke Semarang". Mbak Nur pun tidak menjawab dan menanyakan perihal kedatangannya. "Mau kasih uang", jawab mereka.

Mbak Nur pun menyampaikan pesan tersebut kepada eyang. Malamnya eyang bercerita dan heran kok orang itu tahu bapak ke Semarang. Padahal tidak ada seorang pun yang tau kecuali keluarga kami bahwa bapak ke Semarang. Termasuk Mbak Nur. Dia hanya mengetahui bapak sedang ke luar kota, namun tidak pasti. Berhubung Mbak Nur tahu bahwa kami sangat sering ke Solo, sehingga dia menjawab sekenanya.

Sampai kepindahan kami, tiga pria ini tak pernah lagi menunjukkan batang hidungnya. Apalagi memberi uang.

Kecurigaan keluarga
Dua tamu aneh yang datang ke rumah, memancing kecurigaan kami. Siapa kah mereka?

Kebetulan, seorang kenalan ibu yang diceritakan mengenai masalah ini, menyarankan untuk bertemu dengan seseorang yang masih kerabat dengannya. Seorang wanita yang punya kemampuan mendeteksi hal ganjil semacam itu.

Beliau berkata bahwa tamu yang datang ke rumah kami bukan lah tamu sungguhan. Mereka adalah penunggu rumah yang merubah wujud menjadi manusia dan melakukan teror terhadap kami karena akan menjual rumah.

Beliau juga memperingatkan, mungkin masih ada lagi tamu-tamu yang lain.

Dua pria
Betul saja, tidak lama berselang. Lagi-lagi pukul 13.00, saya sedang sendirian di rumah induk. Lalu, ada tamu yang datang ke paviliun. FYI, eyang jarang sekali menerima tamu tanpa janjian. Sehingga pagar depan selalu dibiarkannya terkunci dan dibuka sesekali saja. Tamu tadi pun tidak dapat masuk dan hanya mengucapkan "Permisi" dari luar pagar.

Eyang keluar dan menanyakan maksud dari tamu yang terdiri dari dua pria. Rupanya mereka mencari ibu dan mengatakan mau memakai jasa rias ibu. Lagi-lagi jasa rias.

Eyang yang sudah tahu tentang tamu jam 13.00, datang ke rumah induk dan berkata pada saya untuk menemui tamu itu. Beliau ragu, mereka tamu sungguhan atau jadi-jadian seperti sebelumnya, sehingga tetap disuruh menunggu di luar pagar. Saya pun langsung menemui mereka dengan keyakinan dalam hati bahwa ini adalah tamu jadi-jadian yang ketiga.

Satu dari pria tersebut berusia sekitar 60 tahun anggap saja namanya Pak Dedi, sedangkan satunya lagi tampak lebih muda anggap saja namanya Pak Aan. Mereka mengendarai dua mobil, namun saya hanya mengingat satu. Kijang Innova warna hitam. Pak Aan mengatakan bahwa anak dari Pak Dedi akan melangsungkan pernikahan. Pak Dedi menginginkan menggunakan jasa ibu. Aneh kan? Dua pria mengurusi masalah rias pengantin.

Saya pun berkata bahwa ibu sedang tidak ada di rumah. Saat itu beliau sedang membuka usaha di luar rumah dan belum pulang. Anehnya lagi, pak Aan berkata dengan penekanan nada, "Loh sudah pindah rumah?". Saya jawab, "Belum Pak, cuma usahanya sekarang disana. Kalau Bapak mau bicara langsung, bisa kesana ketemu ibu". Pak Aan kembali memastikan, "Jadi yang disana usahanya aja kan ya? Bukan pindah rumah?". "Iya", jawab saya sambil memberi arahan menjuju ke lokasi usaha. Mereka pun beranjak pergi ke lokasi usaha ibu. Mereka beranjak mengendarai mobil menuju selatan (Ke arah rumah induk).

Saya penasaran dan berlari kilat menuju ruang tamu rumah induk. Memastikan mobilnya ada atau lenyap, hahaha. Saat di ruang tamu, saya lihat melalui jendela, ya ada mobil itu. Tidak lenyap. Namun posisi saya melihat sangat terbatas. Jadi saya tidak tau ke arah mana lagi mobil tersebut.

Saya langsung mengirim SMS ke ibu tentang tamu aneh ini. Sampai berjam-jam kemudian, ibu mengatakan tidak ada siapaun yang datang.

Mencoba berbagai usaha
Kami minta tolong ke banyak pihak, namun belum mebuahkan hasil. Sampai suatu saat seorang kenalan bapak datang ke rumah menawarkan bantuan, anggap saja namanya Mas Toni.

Saya ingat saat itu malam hari, sekitar pukul 19.00. Beliau datang berdua dengan istri. Mas Toni sudah mendapat cerita keganjilan tentang rumah kami dan teringat bahwa beliau memiliki seorang kenalan yang berprofesi sebagai pengembang. Biasanya pengembang mencari tanah dengan harga murah lalu dibuat bangunan, untuk selanjutnya dijual. Tanah yang murah bukan berarti tanpa masalah. Terkadang harganya jatuh karena ada "cerita" di dalamnya. Pernah suatu saat, rumah selesai dibangun namun ada seperti suara ramai orang tabuh genderang. Mana ada yang mau beli kan? Makanya pengembang tadi memakai jasa seorang pria yang bisa mengusir gangguan tersebut. Supaya rumah cepat laku.

Mas Toni berniat menghubungkan kami dengan pria tersebut. Namun, pria tersebut memang tidak kalah misterius, anggap saja namanya Pak Anton. Sampai sekarang, orang tua saya tidak memiliki kontaknya. Cara bertemunya pun terbilang lucu. Orang tua saya, mas Toni, dan istrinya menemui pengembang tadi. Beliaulah yang menghubungi Pak Anton berikut jadwalnya. Saya tidak ikut saat itu jadi tidak tahu lokasi rumah Pak Anton seperti apa.

Setelah didapat jadwal, Pak Anton pun datang ke rumah kami. Dari beliaulah akhirnya kami tahu mengapa banyak keganjilan terjadi.

Tapi nanti dulu ya, saya ada kerjaan, hehe.

Bagi yang belum membaca bagian sebelumnya, ini link nya:
Bagian I
Bagian II
Bagian III
Bagian IV




Salam Horor Hangat,

Astri

Sete

1 comment: