Saturday, November 25, 2017

Satu Atap Dua Dimensi: Mimpi dan Sosok Misterius (Bagian IV)

Halo Teman-teman,

Mohon maaf karena cerita ini terbagi menjadi banyak bagian. Maklum, menulis cuma bisa saya lakukan saat senggang, hehe. Cerita kali ini singkat karena jika diceritakan utuh, akan sangat panjang. Silahkan ditunggu kelanjutannya di bagian-bagian lain ya.

Bagi yang belum membaca bagian sau hingga tiga, saya sertakan link di bawah. Saya ingin mengkonfirmasi di bagian tiga ada tulisan saya sedang mengerjakan laporan praktikum Biologi Sel. Ternyata saya salah ingat, yang sebetulnya adalah sedang mengerjakan laporan Biologi. Oke sudah clear.

Sebelum melanjtukan cerita, ada beberapa teman yang menghubungi secara pribadi. Salah satu pertanyaannya adalah, "Tri, disana kamu pernah tindihan?". Saya jawab, "Pernah sekali aja".

Pernah saya mendapat cerita dari teman-teman yang mengalami tindihan. Rata-rata dari mereka merasakannya ketika setengah sadar. Kalau saya lain cerita. Saat itu saya betul-betul dalam keadaan sadar. Tidak tertidur. Tetiba ada sesuatu yang menekan keras dada. Keras sekali sampai tidak bisa bernafas. Mulut, tangan, dan kaki serasa dipegang oleh banyak orang. Mata 100% terbuka, tetapi tidak melihat penampakan apapun. Tidak juga bisa bergerak sedikitpun. Saya kira waktu itu mau mati, hahaha. Saya cuma bisa melafalkan doa dan mohon ampun. Siapa tau mati beneran, repot dosanya bejibun.

Ada juga cerita yang tidak bisa saya tuliskan dengan berbagai pertimbangan. Ada pula seorang teman memberi komentar melalui Facebook. Dia mengatakan bahwa ketika main di rumah, melihat sesautu lewat. Tetapi saya tidak ingat. Maklum, terlalu banyak kejadian ganjil

Oke, lanjut.

Mimpi beruntun
Kejadian ini juga sudah terjadi belakangan. Sekitar tahun 2007 atau 2008, saat itu saya sudah menempati kamar belakang. Suatu malam saya mendapat mimpi aneh. Berhubung ini hanyalah mimpi, maka saya tidak bisa memastikan apakah ini cuma bunga mimpi atau pertanda lain.

Saya seperti berada di rumah tetapi suasananya seperti stasiun kereta yang sudah mati. Sepi sekali. Tidak ada penumpang berlalu lalang. Pun kereta datang dan pergi. Hanya saya disitu dan seorang anak kecil perempuan, usianya sekitar tiga tahun. Rambutnya pendek dan mata kanannya (maaf) cacat. Anak ini merengek meminta ikut dengan saya, "Mbak, mbak, mbak, ikut". Ia merengek sambil terus menangis. Saya pun tetap berjalan dan berusaha melepaskan genggamannya.

Mimpi ini terjadi dua minggu berturut-turut. Terjadi berulang sehingga saya hitung benar harinya.

Sampailah hari keempat belas saya didatangi mimpi yang sama. Saya pun tetap berusaha menjauh dan anak itu tetap merengek. Hingga saya bertemu dengan penjual jajanan pasar. Simbah-simbah, membawa tenggok bambu dan duduk di lantai. Persis seperti penjaja pasar. Saya pun bertanya pada simbah tadi, "Bu, itu siapa sih? Kok ngikutin saya terus". Dia menjawab, "Lah mbak, itu kan dibuang sama orang tuanya, liat aja itu matanya rusak sebelah"

Apa ini yang dimaksud warga kalau tanah rumah kami bekas tempat "membuang". Membuang janin mungkin, atau entahlah (dialog warga lihat di bagian II)

Dialog dengan pria misterius
Kami sebenanarnya sudah merasakan banyak keganjilan di rumah tersebut. Namun, berusaha untuk merasa biasa saja. Toh tidak ada yang terlalu parah. Setidaknya anggapan kami seperti itu. 

Orang tua saya punya beberapa kenalan yang memiliki kemampuan untuk melihat dimensi lain. Bahkan juga ada yang mampu berkomunikasi. Suatu hari, ada teman dari ibu datang bersinggah anggap saja namanya Om Yono. Ibu pun menceritakan keganjilan-keganjilan yang pernah terjadi. Beliau meminta Om Yono untuk melihat-lihat sekeliling rumah. 

Saya tidak tahu persis kapan Om Yono berkeliling karena kami sedang bercengkrama dengan keluarganya. Lalu, setibanya Om Yono pulang, ibu bercerita, "Tadi om Yono, mama suruh lihat sekitar. Katanya di depan itu ada penunggunya?". "Depan mana?", tanya kami. "Itu di jalan depan. Bapak-bapak umurnya sekitar 60an tahun. Dia ngaku kalo yang nguasai jalan depan", cerita ibu. Beliau juga menambahkan bahwa Bapak tua mengaku senang kami sekeluarga tinggal  di rumah itu.

Entahlah sepanjang apa jalan itu dikuasainya. Yang Om Yono bilang, si Bapak tadi berjaga di depan rumah kami.

Makelar tak terlihat
Keadaan ekonomi keluarga saya menurun. Makin lama makin menurun, sehingga orang tua mengambil keputussan untuk menjual rumah. Jadi, alasan kami pindah adalah karena kondisi finansial yang memburuk. Tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian di dalamnya.
Menjual rumah angker ini menemui banyak kendala. Bahkan kendalanya cenderung tidak masuk akal.
Mungkin perlu ditambahkan bahwa kondisi finansial kami memburuk perlahan, sehingga awalnya usaha menjual terbilang masih santai. Selain menawarkan secara personal, orang tua juga menitipkannya pada mandor yang membangun rumah. Sebut saja namanya Pak Yoyo.
Pak Yoyo diberitahu tentang niat kami menjual rumah, jika ada yang membeli melalui dirinya maka ada fee. Orang tua saya juga mengatakan pada Pak Yoyo bahwa belum pernah meminta orang lain untuk menjualkan. Saat itu baru Pak Yoyo lah pihak luar yang kami mintakan tolong.
Beberapa saat kemudian, Pak Yoyo menelpon bapak dengan penuh kecewa. Kurang lebih dialognya, "Pak, gimana sih? Katanya kemarin nggak ada perantara sama sekali. Saya udah mau dapet calon pembeli. Tapi pas dia survey rumah dari luar, katanya ditemui sama bapak-bapak yang ngaku kalau mau beli rumah ini harus sama dia". Merasa tidak melakukan apapun bapak pun menjawab, "Loh siapa ya? Saya nggak pernah nitip ke siapa-siapa tuh. Baru Pak Yoyo ini". "Iya Pak, kemarin dia bilang kalau ditemui sama laki-laki tua, ngakunya kalau mau beli rumah bapak harus lewat dia dulu", kata Pak Yoyo.

Apa laki-laki yang dimaksud sama dengan yang berkomunikasi dengan Om Yono??

Bau tak sedap
Awal kami menempati rumah, memang sering tercium bau bakar-bakar. Kami merasa bahwa bau berasal dari sekitar sumur yang terletak di halaman depan. Bau tersebut hilang setelah kami sering mengaji di ruang sebelahnya. Ruang itu adalah ruangan yang dibuat untuk salon rias milik ibu.

Kali ini berbeda,

Kondisi finansial benar-benar sudah tersungkur, sehingga kami mulai gencar menawarkan. Tidak terhitung berapa makelar kami mintai bantuan. Begitu pula agen properti. Kami pun menjadi bersahabat dengan bagian iklan KR karena setiap minggu kami mendaftarkan iklan kecil di sana.

Banyak juga calon pembeli yang datang, melihat lokasi. Tetapi tidak pernah deal. Anehnya, setiap para calon pembeli datang, mendadak rumah kami bau bangkai. Saat survey ruang tamu, maka bau ada di ruang tamu. Begitu juga saat survey di tempat lain. Ruangan yang sudah selesai disurvey, sudah tidak bau lagi. Intinya bau bangkai mengikuti dimana calon pembeli berada.

Awal bau bangkai ini muncul, kami sekeluarga mencari sumbernya. Semua barang sudah dibuka, diangkat, dilihat, dan dicari kemanapun tidak ada namanya bangkai. Setiap ada calon pembeli, maka kami memastikan rumahnya bersih. Tetap saja, ketika mereka datang bau ini muncul, Ketika mereka pulang, baunya hilang.

Saya yang sering mengambil formulir iklan kecil KR, sampai gemas dan ingin menambahkan ke dalam spesifikasi rumah "DIJUAL RUMAH BESERTA PENUNGGUNYA LENGKAP UNTUK UJI NYALI"

Sekian dulu ya, lanjut ke bagian selanjutnya. Masih tentang perjuangan kami menjual rumah.


Link bagian sebelumnya silahkan klik:
Bagian I
Bagian II
Bagian III




Salam Horor Hangat,


Astri


4 comments:

  1. Hahaha, singkat kali bagian ini,
    Seram kali ah, itu rumahnya apa gak ada tetangganya y mba, dibelakang juga lahan kosong ya.,
    Serammm.. Hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ada tetangganya sih, tapi waktu kami tinggal disitu memang penduduk belum sepadat sekarang

      Delete
  2. Mba udah tamat aku bag 4. Ditunggu bagian selanjutnyaa

    ReplyDelete