Awal bulan September lalu, saya membaca sebuah artikel yang di-publish oleh LINE. Artikel tersebut membahas tentang seorang peselancar Indonesia, yang memiliki tiga orang anak. Dia dan istrinya sepakat untuk tidak mensekolahkan semua anaknya. Belajar dari kehidupan dan mengikuti aktivitas orang tuanya yang memiliki Cafe di sebuah lereng bukit. Berdasarkan artikel tersebut yang ditulis singkat, diketahui bahwa mereka menerapkan Homeschooling untuk anak-anaknya dan menurut saya mereka menggunakan pendekatan Unschooling untuk seluruh kegiatannya.
Awalnya sih seperti artikel biasa, namun di akhir kalimat dituliskan bahwa banyak pengunjung yang sering terganggu dengan anak-anak, terutama yang lelaki. Kemudian, ada seorang pengunjung yang mengira bahwa anak-anak tersebut merupakan gelandangan, lalu dengan santainya anak lelaki itu menjawab "Wanita gila yang melayanimu itu, adalah ibuku".
Oke, dari satu kalimat ini, saya yakin muncul pro dan kontra. Maka, saya menengok ke bagian komentar. Dan betul saja keyakinan saya. Namun, fokus saya bukan di masalah pro dan kontra. Akan tetapi, banyak komentar bermunculan dengan kalimat kurang lebih, "Wah kayak Captain Fantastic nih".
Karena rasa penasaraan, maka ketika Azka sudah terlelap, saya mulai mencari filmnya.
![]() |
| (Sumber: http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ0yMNNA4Dtpk0kC9GrtCrXDW--GqJSJeTZbpsDhgSrSExrKEqp) |
Film ini berceritakan tentang sebuah keluarga dengan Ayah bernama Ben Cash dan Ibu bernama Leslie. Mereka memiliki enam orang anak, tiga laki-laki dan tiga perempuan. Suami dan istri tersebut sepakat untuk keluar dari kehidupan modern yang penuh dengan kapitalisme dan melanjutkan hidup di hutan ketika anak mereka yang pertama, Bo, berusia tiga tahun. Sempat berpindah, namun akhirnya menetap di hutan Pacific Northwest hingga memiliki enam orang anak. Mereka bertujuan untuk mendidik anak yang memiliki filosofi tentang hidup. Selain itu, anak-anak mereka dibentuk dengan fisik yang sehat, keterampilan bertahan hidup, dan tidak terpapar teknologi.
Tidak banyak diceritakan bagaimana mereka memulai kehidupannya dan tokoh Leslie disini pun sedikit sekali terlihat, sehingga penonton hanya menebak karakternya, berdasarkan dialog tokoh lain.
Ben mengambil alih penuh tanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya. Dia yang memimpin olah raga lari melintasi bukit setiap pagi, memimpin yoga, dan mengajari anak-anaknya bertarung. Ben juga memberi tugas baca kepada anak-anaknya, lalu mendiskusikan bersama-sama dengan duduk melingkar diterangi api unggun. Terlihat sekali bahwa mereka menerapkan keterbukaan dan diskusi dalam setiap kegiatannya.
Leslie didagnosa mengidap Bipolar, sehingga Ben meminta untuk dirawat di Rumah Sakit Jiwa di kota. Seperti biasa, Ben dan anak pertamanya, Bo, mencari kabar tentang istrinya itu, menggunakan telepon pinjaman sembari menjual hasil bumi ke sebuah toko lokal. Tak disangka sore itu membawa kabar yang mengagetkan. Leslie telah meninggal dunia karena menyayat sendiri nadinya.
Lalu, cerita beralih ke bagian Ben dan keenam anaknya keluar hutan dan menuju ke kota untuk menghadiri pemakaman Leslie.
Entah kenapa, saya suka sekali mengambil satu hingga dua kalimat dari sebuah film, untuk saya ingat sampai lama. Dan tidak jarang yang menjadi penyemangat saya dalam kehidupan. Mungkin, jika ada kesempatan saya akan menuliskannya beberapa. Di film Captain Fantastic ini pun ada dua kalimat yang sangat mengena.
Malam itu, ketika Ben dan Bo kembali dari toko lokal. Keenam anaknya berkumpul di kamar dan Ben masuk ke dalamnya. Mereka menatap ayahnya. Lalu Ben berkata,
"Semalam, ibu kalian meninggal dunia. Dia menyayat nadinya. Iya, akhirnya dia melakukannya. Tidak ada yang dapat mengubah itu dan kita tetap hidup dengan cara yang sama"
Kalimat selanjutnya yang dengan sengaja saya ingat adalah ketika keenam anak Ben memohon untuk hadir pada acara pemakaman istrinya. Namun, Ben menolak karena ayah dari Leslie pasti akan mengusir mereka. Ben pun memutuskan untuk tetap melakukan training fisik yaitu memanjat tebing batu. Tak disangka Rellian, salah satu anak lelaki Ben terpeleset hingga pergelangan tangannya mengalami cedera. Tali pengamannya masih membuatnya bergelantungan, tetapi karena rasa sakit maka Rellian pun kesulitan menggapai batu. Bukannya membantu, Ben malah berkata,
"Di duni ini tidak akan ada yang tiba-tiba hadir untuk menolongmu. Berusahalah!"
Menurut saya yang sudah mulai jarang menonton film, Captain Fantastic ini salah satu film yag layak untuk ditonton oleh orang tua. Secara singkat dan terisrat mengajari orang tua mengambil sebuah keputusan. Menunjukkan bahwa setiap keputusan selalu bersanding dengan konsekuensi yang terkadang tidak pernah terpikirkan sama sekali. Cara seorang ayah yang tetap bertahan utnuk ideologinya dan tanggung jawab mendidik terhadap anak-anaknya, bukan hanya menghidupi mereka.
Dari semua yang sudah saya tuliskan, menurut saya hikmah terpenting yang bisa diambil bahwa pentingnya membentuk nilai-nilai dalam sebuah keluarga. Ketika suami dan istri membentuk sebuah nilai dan bekerja keras untuk mewujudkannya, maka anak-anak pun akan mengikutinya.
Salam hangat,
Astri
(Bukan pakar parenting)

No comments:
Post a Comment