Wednesday, November 1, 2017

Teach Like Finland: Pentingnya Mengistirahatkan Otak

Halo Teman-teman,

Saat ini saya sedang membaca sebuah buku berjudul Teach Like Finland yang ditulis oleh Timmothy D. Walker (Tim). Saya baru saja merampungkan satu bagian, sehingga tulisan ini adalah poin-poin yang saya rasa penting pada bagian pertama.


Seperti tertulis pada sampulnya, buku ini mendapat predikat best seller karena sudah dicetak sebanyak empat kali sejak edisi pertama bulan Juli 2017. Jika Anda belum membacanya, sedikit saya terangkan latar belakang ditulisnya buku ini.

Tim merupakan seorang yang berprofesi sebagai guru di Amerika Serikat (AS). Secara umum kehidupan para guru di AS rupanya terlampau melelahkan. Hal ini disebabkan karena mereka mendapat sugesti bahwa guru profesional yang berkompeten adalah mereka yang bekerja hingga larut sore. Tidak hanya sebagai pengajar di depan kelas, namun mereka harus berkutat dengan rencana pembelajaran kreatif, menata ruang kelas, dan melakukan segala hal agar anak didik mereka terlihat fokus, cerdas, serta dapat melampaui tuntutan dalam hal pencapaian akademik.

Tugas yang berat menjadi seorang pendidik, membuat Tim menjadi tertekan. Ia mudah merasa cemas, gelisah, selalu berpikir bahwa ada yang salah dan kurang dari pekerjaannya, mengurangi jam tidur agar tiba lebih awal di sekolah, serta tidak ada jeda waktu untuk bercengkerama dengan keluarga. Bahkan, ditahun pertama ia mengajar Tim selalu muntah-muntah. Hingga istrinya, Johanna, seorang warga negara Finlandia mulai sangat khawatir.

Johanna menuturkan bahwa di negaranya guru sama sekali tidak dibebankan pekerjaan seberat itu. Menurutnya, di Finlandia, para guru memiliki istirahat yang cukup dan selalu ada waktu untuk keluarga. Awalnya Tim merasa bahwa hal itu bisa terjadi karena pendidikan di Finlandia belum begitu baik. Namun dugaannya salah ketika ia mempelajari bahwa remaja Finlandia umur 15 tahun secara konsisten menunjukkan performa yang baik dalam serangkaian tes internasional bernama PISA (Programme for International Student Assesment). Singkat cerita, Tim meninggalkan pekerjaan gurunya di AS dan kemudian berpindah ke Finlandia dan menjadi guru di sana. Pengalamannya ini ditulis dalam sebuah blog berjudul Taught by Finland yang kemudian dibukukan dengan judul Teach Like Finland.

Buku ini lebih seperti berbagi tips untuk para guru dalam mengajar berdasarkan pengalaman Tim mengajar di sekolah dasar Helsinki. Namun, sepertinya di Indonesia, pembaca tidak hanya dari kalangan guru sekolah, melainkan juga guru di rumah seperti saya. Memang betul, Tim menulisnya dengan sangat apik walaupun di negara kita belum tentu bisa dilaksanakan sama persis yang ditulis olehnya.
Pentingnya Mengistirahatkan Otak
Perbedaan yang mencolok dari sekolah-sekolah di Finlandia dengan AS (dan banyak negara di dunia) adalah jam sekolah yang singkat serta banyak waktu istirahat. Setelah melangsungkan pelajaran selama 45 menit, para murid diberikan jeda istirahat selama 15 menit. Hal ini berulang hingga mereka pulang pukul 14.00. Kebijakan ini dilakukan agar baik para murid dan guru bisa menyegarkan otak lagi, harapannya mereka lebih fokus dan bersemangat ketika pelajaran berikutnya.

Pengalaman saya pribadi ketika Sekolah Dasar sungguh bertolak belakang. Saya harus berangkat pukul 05.20 karena ikut mobil antar-jemput sekolah (orang tua tidak bisa mengantar) dan harus tiba di sekolah sebelum pukul 06.40. Jika terlambat, maka kami akan mendapat hukuman dikunci dari dalam, sehingga kami harus menunggu di teras sekolah sampai pukul 07.30. Setelah dibukakan, kami harus mendapat hukuman kedua. Berdiri di depan dan menyampaikan kepada seluruh isi kelas alasan datang terlambat. Memberi efek jera dengan mepermalukan.

Belum lagi, setelah pulang sekolah puku 13.30, kami harus melanjutkan pelajaran tambahan yang disebut dengan "pengayaan" yang saya pribadi merasakan bukan menambah kaya wawasan, namun hanya memperkaya rasa lelah. Belum lagi kami diwajibkan membawa minimal empat buku untuk setiap pelajaran. Satu buku paket, satu buku catatan, satu buku tugas, dan satu buku ulangan harian. Seingat saya per harinya kami menerima enam mata pelajaran. Bisa dibayangkan betapa beratnya tas kami. Satu buku saja tertinggal atau belum diberi sampul, maka siap-siap menerima hukuman. Kedisiplinan ditekankan dengan hukuman sebagai konsekuensinya.

Saya bisa sampai di rumah sekitar pukul 16.30 dan ketika kelas enam masih harus lanjut les di lembaga bimbingan belajar hungga pukul 19.30. Setelah pulang, masih harus mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR). Setiap mata pelajaran selalu memberikan PR. Luar biasa!! Alhasil setiap pagi, orang tua selalu marah-marah karena saya malas-malasan bangun pagi dan selalu belum siap ketika mobil antar-jemput datang, hahaha.

Berbeda dengan murid Finlandia yang tetap mendapatkan PR, namun dengan jumlah yang tidak begitu banyak. Para guru pun memastikan bahwa PR yang mereka berikan dapat diselesaikan oleh murid-muridnya dalam waktu yang singkat. Sehingga, mereka dapat mengisi waktunya dengan kegiatan sesuai minatnya.

Di Findlandia, kesejahteraan merupakan sesuatu yang diperhatikan dalam belajar mengajar. Setelah kesejahteraan utama terpenuhi (sandang, pangan, dan papan), maka lanjut ke kesahjetaraan dalam bentuk "kebahagiaan". Filosofi yang dilaksanakan memang unik. Mereka tidak menggunakan kesuksesan agar merasa bahagia, namun mereka meyakini bahwa kebahagiaan adalah kunci kesuksesan. Salah satu caranya adalah dengan memberi kesempatan untuk meyegarkan otak.
Lalu apa yang mereka lakukan?
Ketika istirahat 15 menit ini berlangsung, para murid bebas melakukan kegiatan apapun sesuai keinginan mereka. Sementara, para guru berkumpul di ruang istirahat guru sembari bersendau gurau bahkan hingga tertawa terbahak-bahak, meminum kopi, atau membaca surat kabar. Namun tetap ada beberapa guru yang mengawasi kegiatan anak-anak selama istirahat (dilakukan secara bergiliran). Menurut Pellegrini (2005) jeda istirahat singkat ini, membantu anak-anak lebih fokus di kelas berikutnya.

Apakah ada kendala?
Oh tentu saja. Berdasarkan rapor Finlandia tahun 2014 menunjukkan bahwa anak-anak Finlandia mendapat nilai D untuk semua kegiatan fisik. Mengapa? Karena saat waktu istirahat singkat, masih banyak ditemukan murid yang hanya "duduk-duduk" sembari memainkan gadget atau tertidur di lorong sekolah sembari menunggu pelajaran berikutnya. Risiko yang dapat terjadi adalah meningkatnya murid obesitas dan penyakit yang berhubungan dengan jantung (karena tidak terbiasa bergerak). Memang ada murid yang berkegiatan fisik, namun jumlahnya sangat sedikit.

Solusi yang diambil untuk menengarai masalah ini adalah dengan membuat program Finnish School on The Move. Inti dari kebijakan ini adalah menggiatkan kegiatan outdoor bagi murid agar menekan jumlah kegiatan pasif selama istirahat singkat. Caranya sungguh unik. Di setiap sekolah ada penunjukkan beberapa murid untuk menjadi Recess Activator (penggiat istirahat). Mereka dilatih untuk memotivasi murid yang lebih muda agar semangat berkegiatan fisik ketika istirahat singkat berlangsung. Masing-masing sekolah memiliki preferensinya sendiri terhadap kegiatan yang dikerjakan para pengguat istirahat.

Di tempat Tim mengajar, para penggiat istirahat ini membantu murid kelas 1 dan 2 dengan membuat kesepakatan tentang permainan apa yang akan dilakukan untuk mengisi jeda istirahat. Permainan yang dipilih harus melibatkan kegiatan fisik seperti Banana Tag. Di tempat lain di Finlandia, ada sekolah yang menerapkan cara lain. Murid yang berada di kelas dasar memegang kertas sebagai artu nama yang selanjutnya digunakan sebagai "paspor". Ketika jeda istirahat berlangsung, penggiat istirahat akan meminjam kunci di ruang guru, lalu membimbing adik-adik kelas mereka untuk memilih alat permainan yang berada dalam lemari penyimpanan (bola, lompat tali, dll.).

Cara ini dinilai efektif untuk kelas dasar, walaupun tidak terlalu berpengaruh untuk murid yang sudah berada di kelas yang lebih tinggi. Sehingga, untuk anak-anak kelas 5 dan 6 (atau sekolah menengah), diberikan satu kali istirahat selama 30 menit untuk melakukan kegiatan sesuai minat sepertimenyediakan ruang khusus untuk melakukan kegiatan seperti yogalates, hoki lantai, senam, atau apapun sesuai minat.

Asik ya? Apa bisa diterapkan di Indonesia?
Saya tidak tahu pasti sebenarnya. Tetapi tulisan ini hanya murni pendapat saya ya, pasti tidak semuanya benar.

Menurut saya, apabila pemerintah dan segenap ahli pendidikan Indonesia menilai bahwa istirahat singkat baik untuk pelajar, maka aturan ini pun akan dikeluarkan. Namun, (sekali lagi menurut saya) jika terwujud pasti akan banyak sekali kendalanya karena perangkat di dalamnya belum siap. Anggap saja sedikitnya ada tiga perangkat. Pertama adalah sekolah beserta guru, kedua adalah murid, ketiga adalah peralatan pendukung.


Di Finlandia, nampaknya guru mendapat keuntungan karena bisa bersantai saat istirahat singkat, namun disisi lain mereka juga harus membuat berbagai ide kreatif agar para muridnya dapat mengisi waktu istirahat dengan kegiatan yang bermutu. Sependek yang saya tahu, guru di Indonesia telah dijejali banyak sekali pekerjaan. Saya kurang tahu apa detailnya tetapi dari info yang pernah saya dapatkan, guru sangat kuwalahan memberikan penilaian-penilaian secara deskriptif untuk muridnya. Apalagi jumlah murid di sekolah negeri dan swasta Indonesia relatif banyak. Itu saja sudah cukup banyak menyita waktu. Apalagi harus ditambah dengan menyiapkan ide kreatif pengisi waktu istirahat.

Dari sisi muridnya, sebagai seseorang yang pernah duduk di bangku sekolah, akan terjadi banyak kemungkinan saat istirahat singkat. Pertama, para murid menggunakannya dengan sepenuh hati. Mereka akan antusias untuk bermain outdoor. Kedua, sama halnya di Finlandia. Mereka akan duduk-duduk bermain gadget atau tertidur sembari menunggu jam pelajaran berikutnya. Ketiga, mereka akan berinisiatif menambah jam istirahatnya, sehingga guru masuk ke kelas dengan jumlah murid yang tidak seberapa. Parahnya lagi memang ada kemungkinan guru masuk, namun tidak ada murid di kelas (hal ini sangat mungkin terjadi apalagi untuk murid sekolah menengah, hehehe. Jaman saya dulu sih. Mungkin sekarang sudah jauh lebih baik). Dari sisi peralatan pendukung, saya rasa juga masih menjadi kendala di Indonesia karena tidak setiap sekolah mampu menyediakannya.

Untuk pendidikan berbasis keluarga (Homeschooling) sepertinya akan lebih fleksibel menerapkan kebijakan ini, walaupun tidak bisa juga disamaratakan untuk seluruh keluarga, karena prefensi tiap keluarga berbeda. Ditambah lagi, tidak semua keluarga homeschooling berada di kota besar yang infrastrukturnya sudah lengkap. Sehingga, masih perlu banyak mengusahakan agar jeda istirahat dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. Butuh usaha ekstra keras dari orang tua memang terkait pelaksanaan homeschooling ini, karena semua sistemnya dibangundan dibentuk sendiri.

Itu untuk murid sekolah. Kalau untuk oang dewasa yang sudah bekerja, apa masih perlu mengisirahatkan otak?
Kalau ditanya perlu atau tidak, jawabannya tentu saja perlu. Baik anak-anak maupun dewasa butuh penyegaran otak. Namun kondisi orang dewasa yang terkadang tidak bisa melakukannya. Bagi orang-orang yang sudah menemukan passion-nya di dalam pekerjaan, mungkin mereka bekerja dengan rasa bermain di taman bermain. Namun, sebagian besar dari kita masih ada di pekerjaan yang jauh dari passion bahkan menyita banyak pikiran yang bisa membuat depresi. Atau malah ibu rumah tangga dengan pekerjaan domestik yang tidak akan berakhir sampai ajal menanti.
Saya rasa memang susah mengambil jeda apabila tidak ada aturan yang memperbolehkannya. Namun, bisa kita luangkan beberapa menit jika memang otak sudah tidak bisa diajak berlari. Bisa dengan menulis satu sampai dua kalimat di kertas untuk mengeluarkan uneg-uneg. Cara ini terbukti bisa menurunkan tingkat stres. Atau menyeruput minuman hangat di area terbuka sembari memejamkan mata dan menarik nafas. Mengaliri otak dengan udara segar dapat membantunya bekerja dengan lebih baik. Atau hanya melamun mengingat hal yang indah. Melamun juga salah satu terapi mengurangi stres, tapi apabila dilakukan terlalu lama berdampak tidak baik bisa kesambet. Atau membaca satu sampai dua ayat dalam Al-Qur'an? Bagi sebagian orang memang tidak berdampak apa pun, namun sebagian lainnya membaca Al-Quran akan membuatnya merasa berada di taman bunga yang indah dan harum, menyegarkan. Lalu, Anda ingin menyegarkan otak dengan cara apa??




Salam Hangat,

Astri

No comments:

Post a Comment