Friday, December 1, 2017

Cerita Mendung Dikala Senja

Seperti biasa. Satu jam sebelum senja, Laras mengajak Mendung, anaknya yang berusia belum genap tiga tahun, bermain di luar. Mendung selalu suka mencabut rumput di halaman rumah Pakdhe Yono, tetangga mereka. Kemudian menjatuhkan diri bak tertembak peluru dan tidur berbaring dengan atap langit yang menampakkan burung bergerombol kembali ke sarang. Laras pun terlena mengamati lalu lalang orang yang lewat di jalan. Para pegawai yang beranjak pulang.
Laras menengok ke arah pukul dua. Pak Cahyo tersenyum lebar, Rio, anaknya, memanggil sang ayah penuh kerinduan. Lalu, kepalanya beranjak ke arah pukul dua belas, Bu Rika mencium tangan suaminya yang baru saja menyandarkan standar motornya. Pemandangan yang sama dengan kemarin dan akan sama juga esok hari. Mata Laras memancarkan kebahagiaan. walau hanya sekedar memandang. Bibirnya sedikit terangkat. Senyum yang coba disembunyikannya.
“Halo Mendung, mainan apa?”, suara yang tidak asing terdengar dari arah belakang. “Main rumput Pakdhe”, Laras mewakili Mendung menjawab pertanyaan. “Nanti mandi lho ya, gatel badannya”, nasihat Pakdhe Yono. Lalu ia pun bergegas masuk rumah. Aroma tempe kemul sudah tercium dari dalam.
Selang beberapa saat, mata Mendung berkeliling. Melihat beberapa orang kembali ke peraduannya, setelah lelah bekerja. Ia menghampiri ibunya.
“Bu...”
“Ya?”
“Ayah kok belum pulang?”
“Iya.”
“Kenapa Ayah lambat pulang tiap hari?”
“Ayah kan kerja. Mungkin lagi sibuk, makanya belum pulang.”
“Sibuk apa?”
“Sibuk ngejar target, Sayang.”
“Kenapa kok target kabur?”
“Bukan targetnya yang kabur, Nak, tapi. Ah sudahlah”, bisik Laras dalam hati. Sayup-sayup adzan Maghrib terdengar dari pengeras suara masjid. Laras pun bergegas mengajak Mendung masuk rumah. Menunggu hari berganti. Entah kapan Ayah kembali.

No comments:

Post a Comment