Sunday, September 2, 2018

Sangatta Part 1: Mau pindah kesini?? Baca ini dulu!

Halo Teman-teman,

Kali ini saya akan berbagi sedikit cerita tentang kota domisili saya saat ini yaitu Sangatta. Sebagai tambahan info, saya sendiri adalah orang yang sering berpindah-pindah sejak kecil. Baik pindah ke kota yang berbeda, maupun pindah rumah dalam kota yang sama. Rumah yang kami tinggali di Sangatta ini, adalah rumah ke-13. Saya lahir di Bandung, kemudian pindah ke Purwokerto, Solo, besar dan tumbuh di Jogja, sempat juga bekerja di Dumai, sampai akhirnya ikut suami ke Sangatta.

Sangatta yang saya tinggali adalah kecamatan Sangatta utara (selanjutnya disebut Sangatta saja), sehingga penulisan selanjutnya adalah dikhususkan untuk Sangatta Utara ya. Artikel ini akan saya up date bertahap guna menambah foto sebagai pelengkap.

Sangatta dalah sebuah kecamatan yang juga merupakan ibu kota dari kabupaten Kutai Timur, masuk di provinsi Kalimantan Timur. Bagian utara berbatasan dengan kecamatan Bengalon, bagian timur berbatasan dengan Selat Makassar, bagian selatan berbatasan dengan kecamatan Sangatta Selatan, dan bagian barat berbatasan dengan kecamatan Rantau Pulung dan kecamatan Sangatta Selatan. Pada tahun 2016, jumlah penduduknya berjumlah 90.981 jiwa. Lebih lengkap dapat dilihat disini.

Saat suami dimutasi ke Sangatta dan kami merencanakan untuk pindah, sedikit sekali informasi tentang kecamatan satu ini. Saya pun pergi tanpa mendapat gambaran yang jelas. Walaupun  saya sudah pernah mendengar kata "Sangatta" dari teman semasa kuliah. Keadaannya waktu itu saya dan suami masih LDR karena penempatan sebelumnya ada di Pulau Sebuku, daerah dimana tidak memungkinkan untuk membawa keluarga. Entah mengapa saat saya diceritakan bahwa teman saya tinggal di Sangatta, saya merasa akan tinggal disana suatu saat. Ternyata nyata terjadi.

Untuk ke Sangatta, kita harus menempuh perjalanan darat delapan jam dari Bandara Sepinggan Balikpapan. Sementara, butuh waktu sekitar lima jam dari Samarinda dan kurang dari dua jam dari Bontang. Jalannya jangan dibayangkan mulus kayak tol ya, hehe. Dari Balikpapan ke Samarinda, jalannya aman terkendali walaupun sedikit naik turun. Nah, dari Samarinda ke Bontang lalu dari Bontang ke Sangatta, siap saja kepala terguncang terus-menerus karena selain jalan yang naik turun dan berbelok, kondisi jalannya banyak yang rusak parah. Bahkan pernah ditutup kalau hujan deras dan dibuka lagi keesokan harinya dengan sistem buka-tutup jalan.

Sebenarnya, pertama kali menginjakkan kaki ke Sangatta, kami menggunakan jalur udara dari Balikpapan. Menggunakan pesawat jenis Twin Otter milik Air Born. Pesawat dengan dua baling-baling dan saat itu penumpangnya hanya tujuh orang dengan awak pesawat tiga orang. Waktu tempuh perjalannannya kurang lebih 50 menit. Namun, sudah setahun ini pesawat tersebut tidak beroperasi untuk umum. Pesawat hanya dioperasikan untuk keperluan karyawan PT. Kaltim Prima Coal (KPC), salah satu perusahaan tambang batu bara terbesar di Indonesia yang sudah melakukan aktivitasnya di Sangatta semenjak 1991. Semoga saja segera beroperasi kembali dan memudahkan warga disini.

Pertama kali mendarat di Sangatta menggunakan pesawat jenis Twin Otter milik Air Born di bandara Tanjung Bara, Sangatta
Biasanya, bagi yang ingin berkunjung atau ternyata ikut dengan suami pindah ke sini, ada beberapa info yang dicari. Saya akan menuliskannya satu per satu berdasarkan pengalaman saya:

1. Tempat tinggal
Pertama kali yang menjadi concern kami pastilah tempat tinggal apalagi saya punya anak balita. Sebelum saya dan Azka pindah, suami lebih dulu bekerja dua bulan di Sangatta. Namun, berhubung tinggal di mess dengan jam kerja yang cukup panjang, mencari rumah ini hanya dilakukan sekali sepekan ketika mendapat jatah off. Di sini, rumah banyak sekali ditawarkan untuk disewa. Mulai dari kos, rumah barakan, maupun rumah tunggal. Rumah disini ada yang terbuat dari kayu dan ada pula yang dari batu.
Kos disini juga sama dengan kos di kota lain di Pulau Jawa. Ada yang kamar mandi dalam dan luar, tergantung harga. Rumah barakan yang dimaksud adalah seperti kos, yaitu antara barakan satu dengan lainnya bersebelahan. Hanya saja biasanya barakan dilengkapi dengan minimal satu kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, dan keperluan rumah tangga lainnya. Ada juga barakan dengan jumlah kamar lebih dari satu. Untuk air yang saya tahu, ada yang iuran dengan penghuni barakan lainnya dan ada pula yang sudah termasuk harga sewa. Begitu pula dengan listrik, ada yang iuran, ada yang sudah termasuk harga sewa, dan ada pula yang dilengkapi dengan meteran listrik sendiri. Ada pula rumah yang jadi satu dengan rumah induk. Bukan rumah barakan, tetapi lokasinya jadi satu dengan rumah pemilik kontrakan. Bisa di lantai atas, bersebelahan, atau di belakang rumah tetapi beda atap. Rumah tunggal yang dimaksud adalah rumah yang berdiri sendiri dan terkadang memiliki halaman dan garasi sendiri.
Apa yang perlu dipertimbangkan?
Kalau pertimbangan kami yang pertama adalah pasokan air. Di Sangatta, air bisa diperoleh dari PDAM atau jatah karyawan KPC. Bagi perumahan karyawan KPC, seperti G-house, Lembah, Panorama, Bumi etam, dan Bukit Batu Bara setau saya pasokan air dari KPC. Maksudnya, setiap rumah karyawan, mendapat jatah air dari KPC. Jika lebih dari jatah tersebut, maka akan muncul tagihan air. Selain perumahan itu, saya kurang tahu ada perumahan karyawan KPC atau tidak. Saya sih pernah dengar di daerah Dayung, hanya saja saya tidak tahu pasokan airnya dari KPC atau PDAM. Begitu pula di perumahan bernama Swarga Bara Extention yang letaknya tidak jauh dari perumahan karyawan KPC, saya kurang tahu pasokan airnya dari mana. Kualitas air di perumahan karyawan KPC tergolong bagus (jernih) dan hampir tidak pernah berhenti, kecuali ada perbaikan yang sangat jarang. Apabila terjadi perbaikan pun hanya sebentar saja (hitungan jam sudah selesai).
Berdasarkan pengalaman tetangga yang pernah tinggal di luar perumahan karyawan KPC, air didapat dari PDAM. Kualitasnya tidak jernih dan sering ada pemberhentian dari PDAM dengan alasan perbaikan. Tidak hanya sebentar, kadang pemberhentian pasokan air ini bisa berhari-hari. Pasokan air sehari-hari pun tidak sederas di perumahan karyawan KPC. Jika kekurangan air, maka bisa membeli air tandon yang banyak dijual disini. Menurut tetangga saya tadi, ketika beli air tandon pun, tidak bisa langsung dipakai. Harus didiamkan sejenak agar kotorannya mengendap.
Mungkin berdasarkan hal tersebut, rumah di karyawan KPC ini relatif lebih mahal dibanding dengan daerah lain. Masa sewanya pun rata-rata minimal enam bulan. Beda dengan daerah yang di luar, ada yang bisa disewa bulanan.

2. Tempat berbelanja
Perlu diketahui bahwa Sangatta hanya kecamatan, jadi jangan bayangkan seperti Balikpapan apalagi Jakarta. Disini tidak tersedia supermarket yang menjual sayur sejenis Superindo, Hypermart, Carrefour. Jika ingin berbelanja bahan segar, ada beberapa alternatif. Yang saya ketahui antara lain:
- Pasar
Disini ada banyak pasar, setau saya yang terbesar di Pasar Induk. Pasar ini selain menjual bahan segar seperti sayur, ikan, ayam, daging, dan buah juga menjual baju dan mainan anak. Setau saya, pasar ini juga jadi pusat kulakan penjual sayur eceran. Pasar lain adalah Pasar Teluk Lingga dan Pasar Town Hall. Seperti namanya, pasar Teluk Lingga ada di daerah Teluk Lingga. Berada di ruas Jalan Yos Sudarso III (kalau tidak salah), saya jarang ke pasar ini, kalau pun kesini saya hanya untuk membeli tepung sagu aren karena tidak saya temukan di tempat lain. Sementara, yang paling dekat dari tempat tinggal kami adalah pasar Town Hall, jika tinggal di perumahan karyawan KPC dan tidak memiliki kendaraan, ke pasar ini bisa mengendarai Bentor dengan tarif PP umumnya RP 20.000. Biasanya setiap pelanggan bentor seperti saya, sudah punya kontak bentor langganan masing-masing apabila sewaktu-waktu minta dijemput. Tidak hanya ke pasar, bentor memiliki area pengantaran ke dan dari seluruh daerah perumahan karyawan KPC, Munthe, dan Kabo Jaya. Ada lagi pasar Sangatta Sebrang. Lokasi Sangatta Sebrang terpisah dari Sangatta Utara walaupun hanya terpisah sungai sejauh sekitar 10-20 m saja. Untuk menuju kesana, kita harus terlebih dulu ke daerah Sangatta Lama. Disana kita bisa memarkir mobil, kemudian menyebrang menggunakan kapal ponton, sejenis rakit bermesin, dengan tarif Rp 2.000 sekali jalan. Jika menggunakan motor, ada kapal ponton yang menyewakan jasa penyebrangan untuk warga yang mengendarai motor. Barang di pasar ini menurut saya paling segar dibanding pasar lain, hanya saja jaraknya yang cukup jauh dari rumah saya. Oh iya, ada juga pasar Sangatta lama, namun saya belum pernah berbelanja bahan segar disini. Saya pernah sekali kesini untuk membeli mainan anak.
Harganya??
Kalau dari pengalaman saya, pasar Town hall yang termahal dan Pasar Sangatta Sebrang yang termurah. Tapi ini bukan jadi patokan, karena saya hanya membandingkan dari apa yang biasa saya beli saja.
- Warung sayur
Di beberapa daerah dan perumahan, ada warung yang menjual sayur. Berhubung di perumahan saya tidak ada, maka saya tidak dapat memberikan ulasan. Setau saya yang ada warung sayurnya di daerah Kabo jaya, G-house, dan bukit batu bara. Di luar perumahan karyawan KPC sepertinya akan lebih sering ditemui.
- Tukang sayur keliling
Orang sini menyebut penjual sayur keliling dengan sebutan "Paklek". Sebenarnya panggilan ini tidak hanya untuk tukang sayur, tetapi juga penjual jajanan-jajanan pinggir jalan. Paklek sayur menjual sayur biasanya dalam bentuk bungkusan kecil, seperti cabe kriting dibungkus kecil isi 5-10 buah. Ada juga Paklek sayur yang membawa ikan segar.

Sementara, untuk belanja kebutuhan bulanan, disini sudah banyak bertebaran Alfamart, Indomaret, dan Alfamidi. Pun banyak swalayan lokal yang tidak besar sih, tapi cukup untuk membeli kebutuhan dasar bulanan seperti sabun dan shampoo. Namanya Bandi Raya, Eramart (ada dua cabang), Ovalmart (dua cabang juga). Tapi, Anda harus siap bahwa pasokan barang disini tidak secepat di Pulau Jawa. Bisa jadi, bulan ini menemukan Lifebuoy, lalu bulan berikutnya stok kosong dimana-mana. Begitu pula dengan diapers.

3. Tempat hiburan
Sayangnya Sangatta bukan lah kota yang diperuntukkan untuk keluarga seperti Jogja. Disini minim sekali hiburan untuk keluarga. Jika Anda adalah pecinta Mall dan memiliki slogan "Tidak bisa hidup tanpa Mall", maka Anda siap tidak hidup disini, hehehe. Saya juga bingung mau menuliskan apa sebagai tempat hiburan. Yang jelas, untungnya saya dan suami bukan penggemar Mall. Kami malah bingung ke Mall mau ngapain, paling mentok nonton (dan itu jarang) atau yang lebih sering ke Ace Hardware. Makan di Mall pun jarang kalau tidak terpaksa. Anak kami Azka, sepertinya ketularan orang tuanya. Dia selalu mengeluh kalau diajak ke Mall. Bisa-bisa baru masuk langsung minta keluar. Sehingga hiburan kami disini paling mancing di tempat makan yang ada pemancingannya atau ke lapangan area Town Hall buat main bola atau sekedar berburu buah ketapang dan membedakan daun muda dan daun kering, setelah berburu kemudian hasil buruannya dibawa pulang. Itu saja dia sudah senang.
Oh iya, disini ada STC atau Sangatta Town Center. STC ini terdiri dari tiga lanai, lantai satu ada beberapa gerai makanan dan tempat mainan keluarga namanya "Fun station", belum lama dibuka jadi kami belum pernah kesana karena ya itu kurang menikmati hal-hal semacam itu. Lantai kedua kosong, cuma ada satu gerai kecil yang menjual aksesoris. Saat pertama kali kesini hampir setahun lalu, di lantai dua ini ada Timezone. Hanya saja sepertinya sepi peminat, lalu mesinnya pun perawatannya buruk jadi banyak yg error, akhirnya tutup juga. Sebelum kami disini, di lantai dua ada Matahari, namun sepertinya juga sepi peminat dan tidak bertahan lama. Bekas gerai Matahari ini, sempat ada Ramayana yang menjual baju dan sepatu, namun hanya berlangsung sekitar dua bulan saja karena berjualan disitu sepertinya hanya untuk memanfaatkan momen lebaran. Sementara, di lantai tiga adalah indoor playground untuk anak-anak. Ya ada outbond juga seperti di Mall-mall di pulau Jawa, namun dengan tampilan yang jauh di bawahnya. Ada juga kereta mini, kincir angin, dan komedi putar untuk anak-anak, dengan kondisi mainannya sepeti yang ada di pasar malam, hehe. Di STC ini ada eskalator, tapi sangat jarang dinyalakan. Paling-paling kalau libur panjang dan hanya dinyalakan untuk tangga naik dari lantai dua ke tiga. Lainnya tetap mati.
Kami juga sering membawa Azka bermain di semacam outdoor playground, yang isinya waktu itu hanya ada dua prosotan. Tetapi, di sekitarnya ada kolam ikan yang tidak terlalu besar. Saat ini, are bermain tersebut sudah diperluas oleh pemerintah daerah. Lumayan, sudah ada enam perosotan, tiga ayunan, dan satu jungkat-jungkit. Jangan salah, area bermainnya bersih lho. Biasanya kami kesini kalau hari masih pagi-pagi benar, membawa sarapan dari rumah lalu sarapan bersama di taman bermain. Kalau siang, suasananya sangat panas kalau sore akan banyak anak yang bermain. Tetapi, entah kenapa sejauh ini jika bermain di area umum, tidak pernah sekalipun ada masalah dengan anak-anak yang bermain. Mereka rata-rata mau antre dan orang tuanya pun ramai-ramai mengawasi. Semua aman terkendali. Hanya saja lokasinya lumayan jauh dari rumah kami, sekitar 15km. Letaknya di Jalan Soekarno-Hatta KM 0 atau orang sini menyebutnya dengan Bukit Pelangi, tepatnya di depan Masjid Raya Sangatta yang sangat indah.
Masjid raya Sangatta di Bukit Pelangi. Foto diambil dari seberangnya, tepatnya di dekat area outdoor playground

4. Pelayanan kesehatan
Jangan kuwatir, disini banyak Rumh Sakit dan Puskesmas (Untuk puskesms mohon maaf saya tidak memberikan gambaran ya, karena belum pernah kesana sama sekali). Mengingat banyaknya perusahaan beroperasi di Sangatta. Ditambah lagi, Sangatta merupakan ibu kota kabupaten, maka sudah tersedia RSUD Kudungga. Setau saya, dokternya lengkap dan katanya fasilitasnya cukup baik. Hanya saja lokasinya jauh dari kota. Untuk mencapai kesana, harus melewati jalan Soekarno-Hatta. FYI, jalan Soekarno-Hatta ini sudah sangaaaaaaat gelap lewat dari jam 18.30 WITA. Ada juga rumah sakit ibu dan anak, namanya RSIA Cahaya Sangatta dan RS As-syifa. Sewaktu Azka terkena ISPA, dia dirawat di RSIA CAHAYA Sangatta. Dokternya hingga kini bernama dr. Astrid M., Sp.A. Kami di kamar paviliun dan fasilitasnya lumayan lah, walaupun dispensernya bukan yang hot and cool tapi air panas disediakan di luar. Sudah ada sofa-bed nya juga, jadi bisa digunakan untuk yang menunggu. Untuk RS As-syifa saya hanya pernah melakukan Pap Smear disana, katanya disana dokter obgyn yang bagus namanya dr. Rahmat. Waktu Pap smear, bidan yang menangani ramah-ramah banget (pengalaman dapet bidan senior waktu lahiran Azka, hehehe). Ada juga rumah sakit umum, antara lain RS Meloy, RS Medika Sangatta (orang sini menyebutnya SOHC), dan RS Pupuk Kaltim Sangatta. Suami saya pernah di rawat inap di RS Meloy karena randang lambung. Katanya disini dokternya yang paling bagus, namun untuk kamar kelas VIP bahkan tidak ada tempat tidur penunggunya, yang ada hanya sofa kecil. Sehingga, saya dan Azka tidur di bed pasien, sedangkan suami saya tidur di sofa, hahaha. Kami kurang suka dengan pelayanan SOHC dan belum pernah ke RS PKT-Sangatta. Disini juga ada RS Pertamina, namun saya belum pernah kesana. Tempatnya sepi sekali dan saya lihat jarang ada yang datang.
Membayarnya??
Bagi karyawan yang di-cover kesehatannya oleh perusahaan, bisa membawa buku berobat untuk ditunjukkan setiap berobat. Bagi pasien mandiri, sebaiknya bawa cash karena RS disini hampir semua tidak ada mesin EDC.

Apotek disini juga bertebaran dimana-mana, untuk obat yang umum digunakan tidak akan sulit menemukannya di sembarang apotek.

Bagaimana mencari informasi di Sangatta? Tinggal di kota kecil bukan berarti tidak bisa wisata kuliner lho ya. Lalu, bagaimana pelayanan umum di kota tambang ini? Lanjut di bagian selanjutnya ya. Silahkan klik disini. :)



Salam Hangat,


Astri

No comments:

Post a Comment